Silahkan Unduh Disini (Via 4shared)
2012
Kumpulan
Cepren dan Puisi
Dari
Hal Yang Tak Abadi
Oleh
:
Sarjono
PBSI FKIP UST
JOGJA
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah wa syukurillah, puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kumpulan cerpen dan puisi yang berjudul “DARI
HAL YANG TAK ABADI” ini dapat tertselesaikan dengan tepat waktu. Kumpulan
cerpen dan puisi ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Penulisan Kreatif
Sastra, dalam kumpulan cerpen dan puisi ini terdapat tiga cerpen dan duapuluh
puisi. Dalam proses penulisan dan analisis ini, penulis banyak mengalami
kendala dan hambatan. Akan tetapi, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya semua hambatan dan kendala dapat teratasi.
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah
SWT, yang selalu memberi berkah.
2. Dra.
Hj. Sri Wahyuningtyas, M.Pd selaku dosen mata kuliah Penulisan Kreatif Sastra.
3. Kedua
orangtua yang telah memberi dukungan dan semangat.
4. Teman-teman
semester 4B, yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu,.
Kumpulan
cerpen dan puisi yang berjudul “DARI HAL
YANG TAK ABADI” ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat
diharapkan demi baiknya tugas yang akan datang.
Semoga
kumpulan cerpen dan puisi yang berjudul “DARI
HAL YANG TAK ABADI” ini dapat memberi sumbangan manfaat bagi pembaca.
.
Penulis,
Triangle
Oleh : Sarjono
Pagi
udah dateng sebelum mata gue dapet kesempatan buat melek duluan. Resiko jadi
anak sekolah tiap hari wajib bangun pagi. SMA Puspita Bangsa, tempat gue nimba
ilmu pengetahuan, nyari jati diri, nyari hiburan, nyari temen, dan nyari arti
hidup yang kini masih dalam proses pencarian.
SMA yang jaraknya cuma sejengkal dari
rumah gak berarti ngebuat malas berangkat, justru malah selalu berangkat pagi.
Karena mungkin bagi gue jarak sekolah yang deket dari rumah bukan menjadi
masalah dan alasan buat malas, tapi malah sebaliknya buat gue makin semangat.
Liat semangat siswa lain yang walaupun rumahnya jauh dan tetep semangat
berangkat pagi, membuat gue nggak mau kalah sama mereka.
Waktu menunjukan pukul
06.25, alarm peringatan berangkat sekolah. Tanpa harus ngebut jarak tempuh
rumah dengan sekolah hanya memakan waktu 4 sampai 5 menit. Sampai sekolah tentu
masih dalam keadaan sepi tanpa penghuni, kayak gini nih yang buat aku
mersa seperti satu sekolah milik pribadi, gimana nggak
setiap hari mendapat kesempatan buka pintu gerbang pertama kali, satpam sekolah
belum balik ke sekolah, karena tiap hari dapet giliran jaga malam dan harus
pulang pagi-pagi buat pulang ganti seragam kebanggaannya.
Pak Purwata, satpam
yang galak dan rewel. Setiap ada siswa yang baju sragamnya dikeluarkan pasti
diuber-uber sampai siswa tersebut memasukkan bajunya, atau ngeliat siswa
gondrong, sepatu selain warna hitam, dan masih banyak lagi pelanggaran yang
lain. Sekolah yang punya egudang peraturan nyebabin siswa terpaksa tertib,
kayak sekolah militer ketatnya.
Kelas 12 Ips 3 adalah
kelas teramai sepanjang sejarah pendidikan, hehehe. Ini kelas dimana gue
singgah buat belajar tahun ini. Pagi sudah agak panas karena matahari udah
mulai nongol. Satu persatu sohib-sohib gue akhirnya muncul juga. Dalam
kebiasaan, yang baru dateng nyalamin yang dah dateng duluan, serasa lembaran
tiap hari. Percakapan pagi terpaksa dihentikan, bell yang disalurin ke
kelas-kelas pake speaker dah bunyinya yang aneh bikin brisik dikuping. Kepaksa
harus pindah lokasi, masuk kekelas buat naruh tas, dan bergegas menuju lapangan
tempat upacara bendera akan berlangsung.
Upacara bendera itu, gue
bayangin kaya proses pembuatan ikan asin, peserta upacara kayak ikan-ikan yang
ditata dalam nampan buat jemur sampe kering, pokoknya baru mbayanginnya aja
udah serem. Tapi apasih yang nggak bisa gue akalin, setiap senin jadi petugas
PMR, agakn menolonglah. Disamping bebas dari panas didalam barisan juga bebas
gerak. Eiiiiitssss, ada yang nggak enak nih. Baju PMR norak, kayak tukang
parkir di Malioboro, ups.
Hari ini gue berdo’a moga gak ada yang
pingsan, amin. Apalagi gue yang pingsan, parahhhh.
Upacara dah kelar,
masuk jam kedua pelajaran bahasa inggris. Guru pembimbing Ibu Kuntaryati,
sebenernya baik dan enjoy ngajarnya tapi agak serem karena ekpresi mimik
wajahnya yang datar. Posisi duduk kita
berlima kusebut strategi 2-1-2 , bukan asal namain tapi ada maknanya yakni, 2
orang baris pertama Ramadhan dan Sansan, 1 orang dibaris belkangnya Yadi, baris
belakangnya atau baris ketiga Aku dan Anto. Posisi 2-1-2 tujuannya biar bisa
nyontek tapi aku senang menyebutnya meminta pertolongan dalam kondisi darurat.
Yadi, sesorang yang udah gak perlu ditanyaain gimana pinternya dalam pelajaran
satu sekolahan khususnya jurusan Ips dah kenal dia karena prestasinya yang
selalu ranking atas biasanya ranking satu paralel. Posisi duduk yang
menyenagkan.
Aida siswa kelas X ,
adek kelas sekaligus mantan pacar Anto pas zaman SMP. Tapi, masih tetep
ngejalin hubungan yang baik. Denger-denger dulu putusnya cuma masalah sepele,
jadi meskipun dah putus tapi seolah Aida ini masih berharap sama Anto.
Pelajaran matematika, hp Anto ada ditangan gue, ada pesan masuk gak sengaja
kepencet, kebuka dah pesannya singkatnya, yah daripada nganggur baca sekalian
ajalah. Habis gue baca gue serahin pada yan g berwajib, Anto.
“ Sms dari Aida
ni bro!” , kata gue sambil ngasih liat
hpnya.
“Biarin ajalah,
nggak usah dibales !”, respon Anto.
“ Minta nomor
hpnya ya bro !” , kata ku.
“Ambil aja!”,
jawab Anto.
Sesuatu yang memang
nggak sengaja atau sengaja, pada hari yang lain Aida ngirim pesan ke nomor gue.
Dilihat dari smsnya kayaknya mau berniat ngerjain gue, tapi untung dah punya
nomor hpnya. Entah kenapa aku sama dia jadi makin deket dan akrab, hal yang
dulu ku pikir bakalan nggak seru temenan sama Aida. Benci menjadi cinta, benci karena pernah pas
zaman camping kelas X dan gue jadi panitia Aida ini tengil setengah mati, dari
dia nggak pernah ikut upacara, pensi, sampe nggak mau ikut jelajah alam. Terkenal
senagai peserta camping yang paling
malas. Sejak itu gue berfikir negative sama Aida ini. Seringnya komunikasi jadi
ngrasa nyaman, tapi banyak pertimbangan dalam otak gue. Pertama, nggak enak
sama Anto karena dulu mantan Aida. Kedua, terlalu cepat buat ngungkapin persaan
gue.
Hari berganti hari lain
, perasaan gue nggak tertahan dan dah memuncak. Tepat dipinggir pantai gue
ngungkapin perasaan gue ke Aida dengan masih mikirin resiko yang mungkin
terjadi. Ibarat kuntum bunga pasti cepat
lambat akan berbunga dan mekar, begitulah proses terjadinya benih kasih sayang.
Hari-hari terasa lebih bermakna dengan hadirnya Aida, waktu kosong terisi
olehnya, hari yang membosankan menjadi hari yang cerah dan berarti.
Malam minggu yang tidak
selalu bisa bersama, banyak hal yang tidak memungkinkan kita bersama. Aida yang
sebenarnya belum diperbolehkan berpacaran, sehingga nggak bisa maen ketempatnya
atau basa anak mudanya waktu apel yang mustahil. Anak sekolah pasti akan
menemukan yang namanya ujian, seperti itu juga dalam menjalani hidup, dalam
kondisi yang serba sulit dituntut untuk bertahan. Malam minggu tak mampu
bertemu, saling berkirim pesan singkatpun jadi.
Malam minggu pertama
aku dan Aida. Setelah lama mengubur harapan akhirnya memiliki kesempatan buat malam
mingguan dengan sang kekasih hati. Malam minggu perdana ini rencana akan pergi
ke Pasar malam. Sabtu usai sekolah sesuai rencana aku dan Aida akan bertemu
disalah satu teman teman Aida yang letak rumahnya nggak jauh dari rumahku jam
16.30. Pasar malam sangat ramai hingga tak tahu mau parkir dimana. Setelah
muter-muter nggak begitulama ada tempat parkir kosong. Aida sebenernya sifatnya
agak berlawanan sama gue. Dia masih agak kekanak-kanakan, maklum dia selalu
dimanja sama keluarganya. Sesuatu yang baru aku tahu sebanyak-banyaknya
barang-barang di stand-stand yang dia lirik hanya satu penjual arum manis.
Aida meminta , “ Beliin arum manis ya?” .
“Oke, minta berapa ?”
“Satu aja”, jawab Aida
“Yakin cuma satu ?”
“Iya!”, sambil mengangguk.
Hal yang aku pikir
membuat beda dengan cewek-cewek lain. Malam semakin larut, meskipun malam
minggu kata orang adalah malam yang panjang namun memang ada waktunya harus
segera pulang mengantar pulang Aida kerumah.
“
Makasih, buat mala mini dan udah nganterin aku “,
ucap Aida
setelah sampai depan rumah.
“ Sama-sama, ya
udah met malem ya !”
“
Iya “ , balas Aida.
Kombinasi genk.
Genk gembel, akhirnya sahabatan sama genk gue (pandawa lima), walaupun kalau
ketemu kayak kucing sama anjing nggak ada yang namanya bisa akur. Walaupun
seperti itu tidak ada dendam diantara kita. Genk gembel yang anggotanya 6 orang
cewek semua , alis, septi, yanti, eka, ilmi, ani, nggak mungkin buat ngajak berantem secara
fisik, jadi diganti perang mulut. Kalau ketemu dikantin wahhhh, bisa kisruh dan
brisik satu kantin. Suara yang sahut sahutan adu suara pasti terjadi, tapi
itulah serunya, ditambah saling menjahili satu sama lain. Yanti, septi, ilmi gue kenal dulu pas waltu
kelas X, karena dulu duduk satu kelas di kelas X 3, jadi agak taulah siapa
mereka. Genk gembel salah satu genk yang ada dikelas Ipa, meski nggak satu
jurusan tetapi nggak menghalangi sahabatan. Yadi, Anto, dan aku bisa dibilang
penengah antar genk ini, karena gue pikir seru juga perdamaian itu.
Refreshing otak memang
hal wajib kalau sudah ketemu yang namanya jenuh dan penat, harus pokoknya.
Tempat favourit gue pastinya pantai, pernah suatu ketika pas gue laki sakit
gara-gara kecelakaan motor nekat pergi ke pantai nggak tanggung-tanggung walau
lokasinya naik gunung dengan kondisi jalan berkapur becek, ditambah lutut gue
nggak bisa ijek rem mau nggak mau harus dijinakkan. Aku, Yadi, Anto dan keenam
orang dari genk gembel seneng yang namanya ke pantai disitulah ada alasan buat
gabung. Saat tidak ada jadwal buat
ngumpul sama anak-anak pandawa lima. Agenda pandawa lima biasa dilakukan hari
setiap hari minggu minimal satu bulan sekali, dan berpindah-pindah lokasi
ngumpul.
Gesing beach, pantai
tujuan kami hari ini , minggu pagi sengaja bangun lebih awal. Siap-siap buat
touring, chek kendaraan dari mastiin ban yang harus terisi angin yang pas atau
nggak kurang angin, bensin yang harus full, rem yang harus pakem dan jangan
lupa berdo’a demi keselamatan. Menantang arus, aku satu-satunya orang yang
berangkat dari utara ke selatan buat ngumpul dulu buat berangkat bareng genk
gembel, Yadi dan Anto. Agar lebih ngirit satu sepeda motor buat dua orang, aku
sama Yanti, Anto sama Yadi, Alis sama
Eka, ilmi sama Septi dan karena ada acara sndiri Ani tidak ikut bersama kami.
Jalanan yang berkelok-kelok, tanjakan dan turunan yang menyenangkan dengan
senda gurau diantara kami. Pantai gesing salah satu tempat yang paling sering
kami kunjungi bersama, saat ada waktu luang. Menara pandang berbentuk seperti
tiang besar tempat yang selalu membuat kami dapat memandang luasnya pantai dan
birunya air laut.
Tak
kenal maka tak sayang, dari teman menjadi teman dekat, berubah menjadi teman
istimewa. Nyaman karena terbiasa, ternyata ada sesuatu diantara kami
bersembilan. Anto diam-diam menyukai salah satu anggota genk gembel. Eka ,
cewek yang disukai Anto, rumah Anto yang jaraknya tidak terlalu jauh bahkan dapat dikatakan dekat dengan
rumah Eka karena masih satu kelurahan meski beda desa, membuat frekuensi mereka
bertemu menjadi sering. Diam-diam ternyata dari genk gembel ada pula yang suka
Anto, yakni si Septi.
Kisah cinta segitiga,
Eka orang yang sebenarnya cuek ketika tahu si Anto ini suka padanya, karena dia
tahu ada yang lebih menyukai Anto lebih dari dia menyukainya. Septi mengaku
kalau dia menyukai Anto pada Eka, dari situlah alasan yang menyebabkan kenapa
Eka cuek pada Anto. Sejauh apapun seseorang menjauh tetap akan kembali.
Meskipun Eka sudah cuek pada Anto bahkan ketus tapi tidak menghilangkan rasa
suka Anto padanya. Eka tahu bagaimana Septi suka dengan Anto. Eka pun berusaha
membohongi dirinya sendiri demi Septi agar persahabatan diantara anggota genk
tidak terusak olehnya dan keegoisannya. Eka memberitahu pada Anto bahwa Septi
menyukainya. Anto dan Eka memiliki perasaan yang sama tapi dalam kondisi yang
serba sulit ini membuat mereka mengesampingkan perasaannya sendiri. Semi Eka
agar tidak agar tidak dibenci oleh Septi dan demi Septi agar tidak tersakiti
oleh Anto dan Eka. Semakin lama semakin
terungkap, Septi sepertinya tahu bila ada sesuatu diantara Eka dan Anto.
“
Eka, aku mau nanya sesuatu sama kamu “,
Septi bertanya
“ Iya, mau nanya apa ?”, jawab Eka
Septi
kembali bertanya,
“Apa kamu jadian
sama Anto?”
“Nggak,
nggak ada apa-apa aku sama Anto!”, Eka
berusaha
meyakinkan Septi.
“Kalau ada
sesuatu juga nggak apa-apa”
“Nggak
ada apa –apa, sumpah !”, jawab Eka tegas .
Setelah kejadian
interogasi itu Eka merasa harus menjauh dari Anto demi Septi. Anto yang sudah menyukai Eka bingung harus
berbuat apa. Eka berusaha meminta pengertian kepada Anto akan segala keadaan
yang terjadi. Ingin rasanya ia mengatakan kepada Septi kalau dia menyukai Eka,
namun hal itu hanya akan memperburuk keaadaan dalam pertalian sahabat diantara
Eka dan Septi. Ibarat jalan yang licin dan berkelok, dan waktu yang tidak bisa
menjawab. Anto mengunkapkan isi hatinya pada Eka namun Eka tetap menolak dengan
alasan demi kita kebaikan bersama dia, Anto, dan Septi. Septi tahu hal itu
diapun seakan mau marah dan meledakkan emosinya. Sikapnya berbeda terhadap Eka,
dia merasa ini tidak adil. Kenapa dia menyukai Anto namun Anto justru suka pada
Eka. Anggota genk gembel pun tidak tinggal diam dan akhirnya mengambil putusan
bersama. Anto dengan penuh rasa emosi berusaha bersabar menghadapi semuanya,
akhirnya dia mencoba mengerti. Eka dan Anto harus memendam rasa salingsuka
mereka, dan menjadi teman baik. Sahabat adalah segalanya ada mantan mentri,
manta pacar tapi nggak ada yang namanya mantan sahabat. Dari kata-kata itulah
yang menjadikan Anto mengambil jalan tengah, dengan tidak ada salah satu dari
Eka atau Septi yang ia pilih melainkan memilih persahabatan yang berharaga.
Cinta memang tak harus selalu memiliki tapi jangan sampai hidup ini tanpa
cinta, bukan hanya cinta layaknya orang pacaran tapi cinta dan saying ketika
menjalin persahabatan. Bagi Anto mungkin inilah arti pengorbanan yang sulit
tapi hanya dengan itulah berkorbanlah maka hidup ini berarti. Bagi gue hidup
memang harus ada masalah, dan masalah adalah salahsatu jalan untuk menjadi
lebih baik. Dengan adanya instropeksi, tidak egois, saling menghargai dan
pengertian masalah yang sulit akan menjadi mudah. Hidup harus terus berjalan
dan tanpa adanya sahabat seperti halnya terperangkap dan terasing akan dunia
sendiri. Sahabat itu ibarat kamus yang sewaktu-waktu dapat dibuka ketika ada
yang tidak kita ketahui, disaat ada masalah sahabat adalah orang yang mampu
mengerti dan memahami kita.
***
Persaudaraan & Love Story
Oleh : Sarjono
Lima belas tahun sudah Fadli dan Fadlan
hidup yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal dunia. Kedua orang tua Fadli
dan Fadlan meninggal dalam suatu peristiwa kecelakan, mobil yang dikendarai
ayah dan ibunya tertabrak truk, saat itu Fadli baru berumur 5 tahun, dan Fadlan
berumur 3 tahun. Selama lima belas tahun sudah Fadli dan Fadlan beranjak dewasa
dalm asuhan bibinya. Dua bersaudara Fadli dan Fadlan tetap tegar menjalani
hidup meskipun hidup tanpa ayah dan ibu bukan suatu perkara mudah bagi mereka.
Fadli sebagai kakak Fadlan harus bisa dan mampu menjaga dan bertanggung jawab
atas kelangsungan hidup Fadlan, Fadli dengan kata lain harus dapat menggantikan
orang tuanya untuk mengarahkan adiknya, Fadli sangat menyayangi Fadlan karena
baginya yang ia miliki didunia ini hanyalah Fadlan.
Fadli dan Fadlan beranjak dewasa dan
bukan anak kecil lagi, mereka harus menatap masa depan dan meraih cita-citanya.
Fadli berkuliah satu kampus dengan Fadlan disuatu Universitas di Jakarta, yang membedakan
hanyalah jurusan yang mereka ambil. Fadli mengambil jurusan Ekonomi bisnis
semester tujuh, sedangkan Fadlan lebih tertarik pada kesenian khusunya yang
berhubungan dengan melukis semester
tiga. Fadli bermaksud akan meneruskan bisnis keluarganya yang telah diwariskan
kepada Fadli dan Fadlan, dalam hal ini Fadlan menyerahkan sekaligus
mempercayakan segala urusan perusahaan beserta haknya sepenuhnya kepada Fadli,
ia merasa bahwa tidak sesuai dengan bidangnya.
Ajeng seorang gadis jurusan modeling,
satu kampus dengan Fadlidan Fadlan. Ajeng bertemu dengan Fadli saat Ospek
karena mereka dalam angkatan yang sama. Meskipun ospek usai
namun hubungan pertemanan mereka belum usai. Fadli menyukai Ajeng sejak
pertama kali melihatnya, merekapun pacaran. Ajeng dan Fadli berpacaran sudah
hampir dua tahun, tepat Fadlan masuk sebagai mahasiswa baru. Ajeng tahun ini
ikut menjadi panitia Ospek, ia bertemu Fadlan. Fadlan sebagai mahasiswa baru
memperhatikan Ajeng dan terpesona akan kecantikan Ajeng. Fadlan menyukai Ajeng
secara diam-diam hingga Ospek pun telah berlalu, ia masih menyukai Ajeng.
Fadlan bertemu kakaknya Fadli bersama Ajeng, Fadli pun mempergunakan kesempatan
ini untuk memperkenalkan Ajeng kepada adiknya.
Fadli : “Fadlan, kenalin ini Ajeng “.
Ajeng
: “Ajeng. Kamu adiknya Fadli ya ?”.
(sambil mengulurkan tangan)
Fadlan : “ Fadlan. Iya aku adiknya Fadli, salam
kenal. Kamu
temennya Fadli ?”.
(Fadlan menyambut uluran tangan Ajeng
dengan bahagia)
Ajeng
: “Aku pacaran sama Fadli.”
(Tersenyum lunak).
Fadlan
: “ O,ya. Aku masuk kelas
kuliah dulu soalnya
udah jam masuk kuliah.”
(Fadli
merasa kesal dan bergegas menuju ruang
kuliah).
Semakin lama Fadli merasa ada yang
berbeda dari Fadlan namun selalu ia berusaha menepisnya. Meskipun Fadlan tahu
bahwa Ajeng adalah pacar Fadli tapi ia berpikir nggak ada salahnya buat
mendekati Ajeng sebelum Ajeng benar-benar menjadi istri Fadli. Setelah lama
pacaran akhirnya Fadli dan Ajeng akan bertunagan sebelum akhirnya siap untuk
menikah. Sepasang cincin pernikahan sudah disiapkan Fadli untuk Ajeng, akan diberikan
Fadli sebagai hadiah ulangtahun Ajeng. Dalam ulang tahun Ajeng kali ini ia
merasa bahagia bukan hanya karena pertambahan umurnya dirayakan tapi juga
karena diberi cincin pertunangan oleh Fadli. Rencananya Fadli akan menikahi
Ajeng apabila ia sudah lulus kuliah dan bekerja.
Fadlan pun mengetahui rencana kakaknya
tersebut, ia marah sekaligus kecewa. Fadlan pergi meninggalkan rumah.
Setelah pengumuman pertunangan, Fadlan
tidak nampak lagi terlihat dihadapan Fadli. Ia baru menyadari bahwa ternyata
Fadlan menyukai Ajeng. Fadli merasa bahwa ia bukan kakak yang baik, karena
tidak tahu akan yang dialami Fadlan. Fadlan menemui Ajeng dirumahnya, ia
berpikir harus ada yang di lakukan.
Fadli : “Ajeng, ada yang aku mau bicara
sama kamu “.
Ajeng : “ Tentang apa?”.
Fadli : “Ini tentang kita, dan Fadlan ”.
Ajeng : “
Ada apa memangnya ?”
Fadli : “ Kamu tahu Fadlan menyukai mu ?”.
Ajeng : “Tapi aku hanya menganggapnya sebagai
teman”.
Fadli : “Karena aku sekarang dia pergi. Fadlan
menganggap kamu
lebih dari teman “.
Ajeng : “Lalu sekarang bagaimana, apa yang harus
aku lakukan?”.
Fadlan : “ Tidak ada, aku akan mencarinya sendiri.
Dan aku mau
pertunangan kita dibatalkan.”
Ajeng : ”Kenapa ?”.
Fadli : “ Di dunia ini hanya satu orang yang aku
miliki hanyalah
adikku Fadlan. Dan aku telah
gagal membuatnya
bahagia”.
Ajeng : “ Apakah kau juga pikir aku ada seribu?”.
(Ajeng meneteskan
air mata).
Fadli beranjak dan pergi ia pun merasa
sedih akan keputusan yang ia ambil. Fadli pun mencari Fadlan ditempat-tempat
yang sering dikunjungi Fadlan dan menghubungi teman-teman dekat Fadlan namun
tetap saja Fadlan tidak ditemukan. Fadlan menenangkan diri dengan pergi menjauh
dan tidak ingin mengganggu hubungan Fadli dan Ajeng. Ia memutuskan pergi kedesa tempat orang
tuanya dulu tinggal.
Fadli lulus dari kuliah dan telah meneruskan perusahaan keluarganya dalam
bidanng perhotelan. Hotel world adalah hotel berbintang lima yang dipimpin oleh
Fadli, ia menjabat sebagai direktur.
Zura seorang gadis single parent,
sejak kecil ia hanya hidup bersama ayahnya saja, ibunya meninggal ketika Zura
berusia 3 tahun, karena sakit. Ayah Zura bekerja sebagai seorang dosen jurusan
hukum di Universitas swasta di Jakarta. Zura merupakan salah satu PNS, di Departemen
Kebudayaan. Bagi Zura
tidak ada seorang wanita yang mampu menggantikan ibunya, hingga akhirnya ia
menolak ayahnya untuk menikah lagi.
Diusia yang tidak muda lagi 26 tahun banyak teman-temannya yang sudah
menikah, namun ia belum, banyak hal yang terjadi dalam hidupnya, semenjak seseorang yang ia suka direbut sahabatnya ia
merasa takut untuk berpacaran. Kejadian yang sudah beberapa tahun berlalu.
Dimana Sarah sahabat Zura tidak menyukai segala apa yang telah diraih Zura.
Sarah merasa iri pada Zura karena selalu beruntung. Pertama, Sarah iri karena
Zura selalu memiliki nilai bagus ketika dibangku kuliah dan mendapat
biayasiswa. Kedua, setelah lulus kuliah Zura
diterima sebagai PNS . Sarah dengan rasa irinya pun memiliki rencana
busuk, Sarah tahu bahwa ada seorang cowok yang disukai Zura yakni Ramadha,
namun Zura tidak berani mengungkapkannya, Zura akan berterus terang pada
Ramadhan apabila lolos ujian. Sarah menggunakan kesempatan ini secara baik
hingga Ramadhan pun didapatkannya. Ketika Zura dinyatakan lolos ujian ternyata
Zura melihat Sarah sudah berbacaran dengan Ramadhan orang yang ia suka. Saat
itu Zura merasa kecewa pada Sarah karena seseorang yang dia anggap sahabat
telah menikamnya dari belakang, karena pengalaman tersebut Zura merasa takut
untuk gagal lagi.
Zura sebagai seorang yang bekerja di
Departemen Kebudayaan
kali ini mendapat tugas untuk menjadi panitia sekaligus penanggung jawab atas
acara kali ini, acara penyambutan Duta Besar
Amerika.
Acara
awalnya berlangsung mulus dan terkendali, tema penyambutan kali ini adalah
bertemakan alam bebas. Namun ketika
Duta Besar
Amerika hendak menyampaikan pidatonya ia tiba-tiba tersengat lebah, sehingga ia
harus lari untuk menghindarinya. Hal yang memalukan yang sekaligus tidak
terduga, apapun yang terjadi Zura harus bertanggung jawab atas segala yang
terjadi. Akhirnya Zura mendapat teguran keras dari atasannya. Zura berpikir
bahwa semua yang terjadi bukan sepenuhnya salahnya karena urusan lebah diluar
rencana awal.
Sore itu
Zura kesal sekali dan memutuskan
pergi ke Cafe Bean langganannya. Segelas kopi ia pesan, tiba-tiba ada seseorang
laki-laki datang.
Fadlan
: “ Boleh aku duduk disini?”.
Sambil melihat
kearah Zura.
Zura
: “Silahkan, duduk saja.”
Fadlan
: “Aku melihat kau sendirian
dan nampaknya
sedang ada masalah. Kenalkan namaku Fadlan”. (Sambil
mengulurkan tangan ke Zura).
Zura : ” Zura. Hari ini aku mendapat teguran dari
atasanku.
Padahal itu bukan sepenuhnya
salahku”.
Fadlan mencoba menghibur Zura, dan membuatnya lebih
tenang. Setelah tiga setengahan tahun sudah Fadlan pergi meninggalkan rumah.
Meskipun ia sudah kembali ke Jakarta namun ia masih enggan menemui kakaknya.
Fadlan merasa belum tepat untuk menemui kakaknya. Kembalinya Fadlan juga
bersamaan dengan kembalinya pula Ajeng. Ajeng bekerja di butik ternama.
Fadli beserta sekertarisnya hendak
mencari jas untuk menghadiri undangan rapat dengan salah satu pejabat, ia pergi
ke butik langanannya. Fadli memilih-milih jas, hingga tak melihat sekitarnya,
memilih jas yang sesuai keinginannya, seorang atasan butik pun menghampirinya.
Pertemuan Fadli dengan Ajeng terjadi, ternyata Ajeng bekerja di butik langganan
Fadli.
Ajeng
: “Ada yang bias saya bantu, Tuan?”.
Fadli
: “Saya ingin jas ini!”.
(Fadli
sambil menengok kearah petugas butik).
Ajeng : “Fadli ?! “.
(Ajeng
kaget tak menyangka akan bertemu Fadli).
Fadli entah kenapa merasa perasaannya
terhadap Ajeng sudah luntur bersama waktu, dan yang hanya ada dibenaknya hanya
wajah Zura. Ia pun ingin segera menemui Zura. Fadlan dan Zura menjadi
sahabat baik, disaat Zura ada masalah, sedih atau apapun hanya pada Fadlanlah
orang yang ia temui. Sore hari Zura dan Fadlan menghabiskan waktu di Taman
kota, menunggu datangnya malam. Sebuah mobil mendekat, orang tersebut tak lain
adalah Fadli yang ingin menemui Zura. Fadli melihat Zura bersama adiknya
Fadlan, akhirnya Fadli mengurungkan niatnya untuk bertemu Zura.
Hari berikutya Zura ditemui Fadli
dirumahnya, Zura tak tahu apa yang akan Fadli bicarakan. Zura membuka pintu dan
mempersilahkan Fadli masuk.
Zura
: “Ada apa kamu menemui ku ?”.
Fadli
: “ Aada hal yang penting yang ingin ku
tanyakan padamu
!”.
Zura
: “Apa ini mengenai kejadiaan kemarin
?”.
Fadli
: “ Iya. Siapa lelaki yang bersamamu
kemarin?”.
Zura
: “ Dia Fadlan, temanku. Memang kenapa
?”.
Fadli
: “ Apa kamu tahu dimana tempat
ia tinggal ?”.
Zura : “ Aku belum lama mengenalnya, tempat
tinggalnya pun
aku juga tidak tahu!”.
Fadli :
“ Baiklah, kalau ka tidak tahu,
tidak apa-apa!”.
Fadli setelah berputar-putar akhirnya
bertemu dengan Fadlan. Fadli memohon kepada adiknya untuk pulang, kembali kerumah.
Fadlan pun minta maaf atas tindakannya kabur dari rumah. Setelah kondisi
membaik seperti semula, Fadli mengatakan pada Fadlan bahwa ia sudah tidak
mencintai Ajeng.
Dua
insane manusia Zura dan Fadli saling mencintai. Fadli mengungkapkan perasaanya
kepada Zura, merekapun menjadi sepasang kekasih. Fadli mengatakan kepada Fadlan
bahwa telah menjalin kasih dengan Zura. Fadlan yang hanya menganggap Zura juga
senang. Lambat waktu berhembus, akhirnya Ajeng pun merelakan Fadli, dan
akhirnya menerima Fadlan menjadi kekasihnya.
****
Sepeda Motor Budi
Oleh : Sarjono
Terang, seterang matahari yang terbit
membawa kehangatan semesta, dalam raut penuh harapan sebuah tuntutan zaman.
Desa adalah sebuah titik balik dari adanya kota, dapat dikatakan bahwa dari
desalah maka ada kota, dari desalah kebutuhan dari penduduk kota terpenuhi.
Desa Sidoringin adalah salahsatu desa yang produktif yang menghasilkan segala
sayur-mayur dan kebutuhan pokok bagi kota. Desa Sidoringin merupakan desa yang
makmur, para penduduknya sebagian besar berpencaharian sebagai petani, mengolah
tanah yang luas dan subur, ditanami segala macam tanaman. Membuat bibit,
mencangkul, bertanam, memupuk, berbuah hingga memanen merupakan keahlian mutlak
yang dimiliki oleh semua orang yang tinggal didesa terutama sebagai seorang
petani, dan biasa dilakukan. Benih-benih
tanaman menjadi sebuah awal harapan baru bagi para petani, membawa hembusan
do’a hingga menemukan hasil pada panen
sebagai jawaban do’a dan usahanya.
Zaman yang semakin modern tak berarti
membuat keadaan desa semakin makmur. Zaman kini justru menjadi semakin sulit,
kota tak lagi sepenuhnya membutuhkan desa sebagai sumber untuk memenuhi
kebutuhan pokok penduduk kota. Adanya impor dari luar negeri semakin membuat
petani mengeluh. Dulu, hanya dari desa saja kota mampu memenuhi kebutuhannya
dan dengan begitu petani mendapat uang untuk memenuhi kebutuhan yang lain bagi
petani. Hal inilah yang membuat hubungan antara desa dan kota menjadi baik dan
saling menguntungkan. Sekarang, kebutuhan hidup dari kota sudah bergeser pada
barang yang serba impor dari negara lain.
Penduduk desa tidak lagi bisa menjual
habis semua hasil kebun dan pertaniannya ke kota. Toh, kalau dijual ke kota
masih ada sisa banyak atau seperempat dari semua. Biasanya petani saling tukar
menukar hasil kebunnya.
Mbok Simo, perempuan tua yang memang
tahu betul dan sadar dari keadaan zaman yang semakin lama berubah berlawanan
dengan harapannya. Saat usianya masih muda pada musim panen dari hasil
penjualan kebun para penduduk desa selalu merayakan pesta panen sebagai wujud
syukur atas rahmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dalam wujud hasil panen
yang melimpah ruah. Biasanya penduduk desa menanggap wayang semalam suntuk
untuk menghibur seluruh warga desa.
Dalam usia yang senja, dengan nafas
pirba, ia dan Pak Simo masih semangat menjalani hidup dengan penuh kesetiaan
dan kesetiaan diantara mereka. Pak Simo dan Mbok Simo telah dikarunia lima
orang anak. Anak pertama bernama Mardi ia sudah menikah dengan Kasih, memiliki
dua orang anak Alan dan Pita. Anak kedua bernama Sari menikah dengan Hariyadi,
memiliki dua orang anak Leni dan Puji. Anak ketiga bernama Mujiyono menikah
dengan Marni, memiliki dua orang anak Tono dan Ani. Anak keempat diberi nama
Suryo yang belum lama menikah dengan Fitri, dan baru memiliki satu anak bernama
Rambi. Dan anak terakhir bernama Budi yang masih belajar dan duduk dibangku
SMA.
Desa Sidoringin Pak Simo tinggal bertiga
dengan Budi dan istrinya Mbok Simo. Sang fajar belum menampakkan wajahnya
kegelapan masih terlihat jelas. Mbok Simo menyiapkan sarapan untuk keluarganya.
Dari beras dimasknya hingga menjadi nasi, sayur yang hijau diolahnya menjadi
masakkan, dengan tungku dan kayu ia rubah segala bahan menjadi hidangan yang
disiapkan untuk keluarganya. Setiap bahan yang ada ditangannya sanggup ia rubah
dari bahan biasa menjadi makanan yang nikmat, sejak dulu Mbok Simo sudah
terkenal dengan masakkannya yang nikmat, setiap ada acara syukuran Mbok Simo
yang selalu diandalkan dan dipercayai untuk memasak hidangan.
Dapur seorang istri dapat mengepul
karena ada kerja keras dari sang suami, dari situlah ia tahu bahwa seorang
istri harus bias membantu keluarga, dan tidak njagakke penghasilan seorang suami. Setelah menyiapkan sarapan
diatas meja, Mbok Simo mandi dan tak lupa sarapan meskipun sedikit agar
memiliki tenaga untuk beraktifitas. Mbok Simo bergegas menggendong bakulnya
yang telah diisi hasil kebunnya yang berisi sayuran, umbi-umbian, kacang dan
lain-lain , untuk dijualnya ke pasar. Dengan membawa obor bamboo yang berisikan
minyak tanah sebagai penerang ketika ia berjalan menuju pasar dekat kota.
Biasanya Pak Simo turut pergi dengn Pak Simo ke pasar apabila masa menanam
bibit sudah selesai dan tak ada lagi hal yang dikerjakan di ladangnya. Mbok Simo
berpamitan kepada Pak Simo.
Mbok Simo : “ Pak. Aku berangkat ke pasar dulu,
minuman
dan sarapannya sudah ada
di
meja”.
Pak
Simo : “ Ya. Hati-hati dijalannya.
Jangan
lupa nanti beli gula. Gula di
dapur
sudah habis”.
Mbok Simo : “Iya, nanti saya ingat-ingat. Saya
pamit mau berangkat”.
Pak
Simo : “Ya”.
Mbok
simo berjalan menembus kegelapan malam yang mulai menjelang pagi. Pak Simo
biasanya menjual kayu yang ia cari dari
hutan. Tubuh entanya tak lagi seperti dulu ketika muda. Hanya dengan menjual
kayu dan berladanglah yang bisa ia lakukan untuk menghidupi keluarganya. Tiada
keluh kesah yang ia rasakan, karena hidup itu harus disyukuri jangan ngoyo, keluh dan kesah hanya akan
membuatnya jadi nglokro dan
membuatnya tak bersemangat.
Mbok Simo sengaja berangkat dari rumah
pagi-pagi buta, jarak pasar yang jauh memerlukan waktu tempuh yang lama, ia tak
mau kehilangan para pelanggan yang biasa membeli dagangannya karena kesiangan
datang. Walau uang hasil penjualan sayurannya tidak seberapa, namun ia masih
bersyukur karena Tuhan masih memberikan riski kepadanya, setidaknya dari uang
yang sedikit itu masih bisa buat makan besok dan lusa.
Mbok Simo adalah tipe orang yang senang bekerja keras,
setiap hal yang mampu ia lakukan pasti akan ia kerjakan dengan senang hati.
Ketika tak berjualan, Mbok Simo dan menunggu masa panen ia mau disuruh buruh
tani. Mbok Simo menggelar dagangannya dilapak pasar. Satu persatu langganannya
datang.
“Mbok,
kakungnya berapa satu ikat ?”, tanya
seorang
pembeli.
“1000
rupiah saja, masih segar karena baru dipetik tadi pagi”, jawab Mbok Simo.
“Mahal
amat mbok? 1500 dua ikat ya. Kan sudah
langganan
lama”, tawar pembeli.
“Ya
sudah. Nggak apa-apa 1500”, Mbok Simo
menjawab sambil mengambilkan kangkung.
Semua
dagangan yang dibawa sudah habis
terjual, sebelum kembali pulang tak lupa ia membeli bahan kebutuhan
sehari-hari, seperti gula, garam, kopi dan lain-lain.
Budi, anak kelima dari lima bersaudara.
Ia bersekolah di SMA Nusabakti kelas 12 IPA 1. Budi termasuk anak yang pandai
dan memiliki prestasi bagus. Ia selalu mendapat peringkat 1 disekolahannya, itu
mengapa Budi dapat bersekolah disekolah yang teladan dan tak sembarangan orang
bisa bersekolah disekolah tersebut, selain itu kebanyakan siswanya berasal dari
keluarga yang berada. Karena kepandaiaan dan prestasinya, Budi digratiskan dari
pembayaran SPP dan administrasi sekolah lainnya. Meskipun Budi pandai dalam
bidang akademik, namun dalam berteman Budi tidak pandai bergaul dan membaur.
Latar belakang dari keluarganya yang sederhana membuat ia merasa kecil hati
apabila dibandingkan dengan teman-temannya.
Dari benih-benih tanaman padi , tumbuh
subur, dipupuk, air, dan menunggu masa panen tiba untuk menuai hasil
tanamannya. Musim panen identik adalah masa yang menentukan nasib para petani desa.
Mau tidak mau ia harus menerima hasilnya. Apabila beruntung maka hasil panennya
akan bagus dan mendapat untung, namun sebaliknya para petani siap apabila hasil
panennya gagal atau rugi karena hama, atau tikus. Sudah balik modal saja bagi
para petani sudah alhamdulilah, toh mengolah sawah adalah bagian dari mengolah
rahmat dari Allah SWT.
Tahun ini memang tahun yang terburuk
bagi para petani. Musim kering yang berkepanjangan membuat tanaman padinya
kekurangan air dan terpaksa para petani harus memanen lebih awal. Hasil panen
tahun ini merosot tajam. Kebijakan pemerintah terhadap import beras dari Negara
lain membuat para petani desa semakin tercekik. Beras dari desa harganya kalah
dengan harga beras dari luar negeri yang murah.
Pak Simo dan Mbok Simo menghadapi
kondisi sulit. Padi yang dipanen dari ladangnya tak lagi melimpah ruah seperti
tahun lalu, gabah padi tahun ini ia jemur dan ia simpan dalam bilik, sambil
menunggu harga beras membaik.
Pak Simo mencari kayu dihutan untuk dapat
memberikan uang belanja dan membuat dapur dirumahnya tetap mengepul. Paginya
Pakm Simo berjualan kayu yang ia cari kemarin. Mbok Simo juga ikut pergi ke
pasa, untuk menjual ubi yang tanam dipekarangan rumahnya. Pagi-pagi sekali Pak
Simo dan Mbok Simo berangkat menuju pasar di kota. Tak lupa Mbok Simo
menyiapkan sarapan untuk Budi. Berbekal obor bamboo yang terisi minyak, ia
berjalan dengan langkah tuanya menembus kegelapan dan kesunyian pagi itu.
Teringat olehnya saat itu, dikala Mbok Simo baru mengandung anak pertamanaya Mardi.
Ketika itu hari masih gelap sekitar jam 02.00 pagi, Mbok Simo akan melahirkan,
Pak Simo terpaksa harus bergegas
menjemput bidan di Puskesmas kota. Program listrik masuk desa kala itu belum
ada, bermodalkan keberanian dan obor penerangan ia berlari sekuat tenaga untuk
menjemput bidan itu.
Seperti biasa Budi bergegas mandi dan
sarapan pagi. Ia tahu bahwa kedua orangtuanya sudah terlebih dahulu berangkat
bekerja. Dimeja sudah tersedia sarapan pagi untuknya. Jarak sekolah yang jauh
membuat Budi harus segera bergegas mandi dan berangkat menuju pemberhentian bus
agar tidak terlambat sekolah. Tak banyak teman yang Budi miliki hanaya ada
beberapa saja yang terlihat mengobrol bersamanya, seperti Setiawan, Adi, Candra
saja yang terlihat berbincang dengannya. Budi merasa iri kepada setiap temannya
karena apa yang dimiliki temannya tidak mampu ia miliki.
Siswa SMA Nusabakti merupakan sekolah
elit. Budi terkadang merasa kecewa kenapa ia terlahir dikeluarga yang
sederhana. Keluarga yang tak mampu membeli segala keinginannya.
Hampir semua temannya memiliki sepeda
motor, untuk berangkat ke sekolah dan bepergian, sedangkan ia setiap pagi harus
naik turun bus dan harus berdesak-desakan dengan penumpang lain untuk pergi ke
sekolah. Disamping itu Budi juga membutuhkannya karena sebentar lagi ia lulus
sekolah.
Candra baru saja
dibelikan orangtuanya sepeda motor keluaran terbaru. Banyak teman yang
melihatnya, Budi mendekat.
“Wah sepeda motormu baru ya ?”,
Tanya seorang temannya.
“Baru kemarin ayahku membelikannya untuk
ku, sebagai hadiah ulang tahun ku”,
kataCandra.
“Hebat
sekali ayahmu, ulang tahun saja diberi
hadiah motor”.
“Biasa
saja, kebetulan motor yang kemarin
sudah tidak bagus lagi”, jelas Candra.
“Kelas
kita udah banyak yang motornys baru
sekarang. Kamu kapan Bud?”, Tanya seorang
teman
yang lain.
“Besok kalau sudah cukup uangnya”,
jawab Budi penuh rasa kecewa.
Mendengar ucapan temannya ia terpikir
akan minta motor pada Pak Simo sepulang sekolah nanti. Ia tidak mau lagi
bersusah payah untuk dapat berangkat sekolah dan pikirannya terganggu untuk
persiapan UN.
Pak Simo dan Mbok Simo sampai rumah
dengan membawa barang belanjaan. Sore pun mulai terasa kehadirannya matahari
menjadi keemasan dan sebentar lagi terbenam. Dengan tanpa rasa capek ia lalu
memasak untuk Pak Simo dan Budi yang sebentar lagi pulang sekolah. Dimasaknya
seikat kangkung sisa hasil kebunnya, sambil menunggu masakannya matang Mbok
Simo membuatkan teh hangat untuk Pak Simo. Disiapkannya sepiring kangkung,
sebakul nasi, dengan telur dadar diatas meja makan. Sambil menunggu Budi pulang
Mbok Simo dan Pak Simo melepas penat dengan mendengarkan lagu campursari. Budi
Pulang dengan muka yang masam dan nampak kacau.
Budi :
“ Assalamualaikum”.
Mbok Simo : “Waalaikumsalam, segera
mandi terus makan”
Budi
tidak berkata apa-apa, ia berjalan menuju kamar dan mandi. Pak Simo dan Mbok
Simo menunggu Budi dimeja makan. Budi setelah mandi menuju meja makan, ia tahu
bahwa ia telah ditunggu oleh kedua orang tuanya.
Pak Simo :
“Bud, kamu kenapa?
Ada apa?”.
Budi : “Anu, Pak. Budi ngomong
sesuatu”.
Mbok Simo : “Iya. Kenapa,Bud?”.
Budi : “Teman-temen Budi sudah
punya sepeda
motor semua.
Budi sebentar lagi juga lulus
SMA. Budi nggak
mau lagi
harus naik turun bus dan
berdesak-desakkan dengan
penumpang lain. Budi mau
minta dibelikan sepeda motor
juga, Pak”.
Mbok Simo : “Mbok tahu dan mengerti, Le.
Tapi tahu sendiri bagaimana
kondisi keluarga kita
memang tak sama dengan
teman-temannmu. Kalaupun
bisa kamu juga harus sabar”.
Pak Simo : “Benar apa kata simbok mu
itu. Kamu harus
sabar sedikit,
panen kali ini
juga lagi nggak
baik ditambah
lagi harga beras
juga murah. Kita
nggak punya
uang banyak untuk
menurutimu, Le”.
Pak Simo dan Mbok Simo paham betul apa
yang diinginkan anaknya. Sebagai anak ragil
Budi belum pernah minta apa-apa kepadanya. Malam sudah larut tapi mata enggan
terpejam, pikiran Pak Simo dan Mbok Simo masih bingung buat nyari uang untuk
membeikan Budi sepeda motor.
Pak Simo :
“Mbok ini gimana? Budi
minta motor. Tabungan kita
ada berapa?”.
Mbok Simo : “Alah Pak. Baru ada 3 juta.
Baru dapat rodanaya saja
kalau buat beli motor”.
Pak Simo :
“Duh, iya yo mbok. Tanah
kita yang dekat kecamatan itu
sudah ada sertifikatnya
belum,
to?”.
Mbok Simo : “Sudah. Kita pinjam ke bank
saja gimana, Pak,
Sertifikatnya buat jaminannya,
bagaimana?”.
Pak Simo :
”Iya, Mbok. Sambil kita
nunggun panen depan. Besok
bapak pergi kepasar jual kayu
sambil sekalian nyari
pinjaman ke bank,
bagaimana?”.
Mbok Simo : “Ya, sudah. Mbok nurut
bapak saja”.
Mbok Simo dan Pak Simo setelah berembuk
mereka pun tidur, dan terlelap menunggu datangnaya pagi. Pagi-pagi seperti
biasa Pak Simo berangkat membawa kayu untuk dijual, dan membawa sertifikat
tanah untuk mencari pinjaman di Bank. Pak Simo berpamitan pada Mbok Simo.
Pak Simo sudah sampai di depan pasar. Ia
melangkah dengan hati-hati menuju pintu masuk pasar. Tiba-tiba ada seorang
pemuda mengendarai sepeda motor dengan ugal-ugalan dan berkecepatan tinggi
melaju dari samping, Pak Simo yang sudah terlanjur melangkahkan kakinya pun
terseremper. Kedua kaki dan lengannya luka-luka, tubuh tuanya tersungkur, kayu
yang ia bawa tercecer tak beraturan. Warga yang melihat kejadian itu lalu
menolong Pak Simo dan mengejar pelaku. Pak Simo segera dibawa ke Puskesmas
untukdiobati lukanya. Tuhan mungkin masih saying kepadanya, luka-lukanya tidak
berat. Setelah dari Puskesmas Pak Simo diantarkan oleh warga yang menolongnya.
Pulang sekolah Budi melihat banyak
tetangganya yang ada dirumahnya. Budi bergegas masuk rumah, dilihatnya Pak Simo
yang luka-luka sekujur tubuhnya .
Budi :
“Mbok, bapak kenapa?”.
Mbok Simo : “Bapakmu tadi terserempet
motor di pasar. Tadi
rencananya mau sekalian
nyari
pinjaman uang ke Bank
buat beli motor kamu”.
(Budi terdiam. Ia masuk
kamar, dan melihat kondisi
Pak Simo).
Anak-anak Pak Simo
berdatangan karena dikabari oleh tetangga Pak Simo. Murdi, Sari, Mujiyono dan
Suryo datang menjenguk Pak Simo.
Murdi :
“Kenapa, Pak?”.
Pak Simo :
“Nggak kenapa apa-apa.
Cuma terserempet dikit”.
Sari : “Terserempet dikit gimana?!.
Luka-luka kayak gitu kok
sedikit! Katanya gara- gara
kamu to Bud Bapak jadi
kayak begini ”.
Pak Simo :
“Kata siapa? “.
Sari :
“Kata tetangga, Pak. Kalau
Budi nggak minta motor,
Bapak nggak akan ke pasar
buat nyari pinjaman uang ke
Bank dan Bapak nggak akan
terserempet kayak gini”.
Budi merenungkan perkataann
kakaknya, ia pikir benar juga apa yang kakaknya katakana. Budi terlalu egois
dan memikirkan keinginannya saja. Seharusnya ia bersyukur atas apa yang telah
dimilikinya bukan malah mencari yang tidak ada dengan menuntut sesuatu kepada
orang tuanya. Budi merasa bersalah kepada orang tuanya. Budi melaksanakan UN,
ia lulus dengan nilai yang memuaskan. Ia merasa bersyukur, di peluknya Pak Simo
dan Mbok Simo. Budi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke perguruan
tinggi. Pak Simo dan Mbok Simo bangga terhadap Budi.
Kakak-kakak Budi pun ikut berbahagia
atas prestasi yang dibuat oleh prestasi Budi. Budi pun diberi hadiah sepeda motor dari kakak-kakaknya. Budi
bahagia dan bersyukur karena memiliki keluarga dan saudara-saudara di dunia
ini.
********
SATU
Ketika kata telah berucap
Bibir sudah bersuara
Hatipun akan tetap
mencoba
Teguh berdiri setinggi
menara
Dasar hati telah berhembus
Tak ingin lukai hatimu yang tulus
Tetes air ke telaga
Bermuara keruang jiwa
abadi
Kadang hati tak akan
puas
Segala apa yang
dimiliki
Dan redu redam dan berterbangan
seperti debu
Dikala saat cinta itu
satu
Maka ketika itulah aku
takut kehilanganmu
(Yogyakarta,
17-Juni-2012)
API
Cinta seperti api . . .
Yang bila ditiup akan
mati . . .
Sayang ibarat nasi . .
.
Bila perut belum terisi
Jika rindu malam kepada
bulan
Langit gelap
bergumpalan awan
Ku merindu seorang
rupawan
Dia cantik, dia menawan
(Yogyakarta,
22-Juni-2012)
Rindu
Bidadari
Di sini aku sendiri
Sekarang pun masih
sendiri
Tanpa ada sosok yang ku
nanti
Menikmati hari-hari
sepi
Dan aku masih disini
Menunggu malam-malam sunyi
Menunggu sang pujaan hati
Yang ku harap seorang bidadari
Dari langit tinggi dan
jatuh ke bumi
Akan ku miliki dengan
sepenuh hati
Meski itu mungkin itu
mimpi
Maka tak akan ku harap
datangnya pagi
Wahai bidadari …….
Cepatlah kemari dan jangan pergi
Aku disini, sepotong hati
Yang akan selalu mencintai
(Yogyakarta,
17-Juni-2012)
ANAK PELANGI
Sehangat mentari pagi
….
Terbangun matahati
bergegas pergi
Mencari ilmu dan jati
diri
Menjadi bekal dalam
kelak nanti
Canda, gurau, tawa bersama
Kurangkum dalam memori berharga
Ritme yang berirama
Saling kita rasa sama
Susah payah kita
Baik maupun buruk diri
kita
Saling tau saling
merasa
Karena kita adalah
saudara
Suka mu, suka ku …..
Waktu yang cepat berlalu
Membuat kita semakin tahu
Eratnya jabatan erat sahabat ku
(Yogyakarta,
17-Juni-2012)
MALAS
Malas…..
Seperti air di daun
talas
Terbang bebas deru
angin
Bergerak ke langit tak
terbatas
Terhempas …….
Selayaknya
robekan-robekan kertas
Otak seakan tak
berruas-ruas
Hati ini seakan lebih
dari puas
Hari inipun rasa tak
ingin tugas
Dan ingin Lepas …..
Bergegas lari dan
segera menghela napas
Dari tugas ….. tugas ….
Menyiksa raga dan
membuat denta dada
Detik pun seperti tak
bergerak
Hati juga sudah merasa
muak
(Yogyakarta,
17-Juni-2012)
Kita Kata
Cinta kakanda sedalam
samudra Hindia
Seluas jagad raya . . .
Aku ada . . .
Diatas atas angkasa
hatimu
Ku sebut nama ku dan
nama mu
Agar menggema di dalam
dada
Seindah pelangi
Dan seindah melodi
cinta kita
Yang berbeda – beda
Yang berbeda memang tak
sempurna
Yang beda yang
mempesona
(Yogyakarta,
22-Juni-2012)
PENGUASA
Kami berdiri tegas
Dengan nada suara lugas
Meminta hak hak yang
memang pantas
Diberi dari sang
Penguasa Atas
Hadapi hidup yang ganas
Kesenjangan- kesenjangan yang meluas
Hal-hal yang memang tak pantas
Bergerak melintas tanpa batas
Wahai para
penguasa
Kami jelantah kota,
tataplah keluar dari ruang sana
Tangan-tangan pemuja
harap bijaksana
Uluran dari dewa
Sang
penguasa
Jangan
engkau bernafsu belaka
Dan
jangan hati kau membuta
Apalagi
sampai menjelaga
Penguasa oh penguasa
Jangan kau berpesta
pora
Lihatlah anak-anak
bangsa
Tak miliki masa idah
yang tersisa
Hanya bangku kosong
hidup mereka
(Yogyakarta, 17-Juni-2012)
DARI
HAL YANG TAK ABADI
Dengan kau pandang mata
Membidik tajam seperti
kamera
Dalam kedua sisi mata
Jatuh luluh ke dalam
jiwa
Kau masuk menekan seperti touchpad
Perlahan menghujat tepat di nadi
Cinta memang tak tau datang
Cinta juga tak tahu kapan pergi
Kadang cinta segera
datang
Kadang cinta segera
pergi
Kadang datang lagi
Kadang pergi tak
kembali
(Yogyakarta,
17-Juni-2012)
MARAH
Salah . . .
Salah adalah salah
Salah memang tak benar
Salah, ya… salah …..
Kalian, mereka, aku dan
kau ….
Pun pernah salah
Salah pernah salah
Karena salah tak
sendirian
Tak hanya aku yang
bersalah
Tapi juga kau yang
salah
Jika kau salah, aku
juga salah
Dan jika benar kau ,
aku benar
Sungguh salah
Sungguh-sungguh
bersalah
Diri jatuh dari atas ke
bawah
Dari benci menjadi
marah
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
Lara
Luka hati kakanda
Adinda pandai berkata
Bawa kecewa bawa lara
Hati kakanda jadi
sengsara
Silang kata rajut
nestapa
Cinta hilang sudah
tiada
Tiada pula kasih untuk
adinda
Karena semua telah sirna
Hilang suka . . .
Datang pula, datang
durja ….
Semua pula tiada suka
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
Cobaan
Hati ini sakit lahir
batin
Berdiam selama mungkin
Mencoba tetap bertahan
Mencoba untuk melawan
Segala bentuk kegetiran
Dari hal-hal yang
menyulitkan
Inilah cobaan Tuhan
Yang kini telah ku
dapatkan
Sulit berbelit dan
melilit . . .
Tapi harus tetap
diselesaikan
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
Rindu
Tertunda
Malam ini malam yang ku
nantikan
Ingin rasanya
berpacaran
Tapi kantong
gelondangan
ingin datang ungkap
kerinduan
Terpakasa melihat bulan
. . .
Kesepian yang tiada
tara
Tiada terkira . . .
Rindu yang membabi buta
Ingin sekali bertemu
dia
Memang juga harus
tertunda
(Yogyakarta,
22-Juni-2012)
Ulang Tahun
Bertambah lagi satu
angka
Engkau telah bertambah
usia
Kawan terkasih yang
disana
Tiada sakit tiada lara,
tiada benda wakilkan kata
Semoga do’a yang kau hembus
Dari
bibir dan hatimu yang tulus
Dikabulkan
Tuhan Yang Mahakuasa
Menjadi
lebih baik dan bijaksana
Kawan yang diseberang
sana
Maknai hidup dengan apa
yang kau rasa
Dan semoga cita
terlakasana
Selalu sehat dan
sentosa
(Yogyakarta,
22-Juni-2012)
Temukan Mu
Separuh napas ini
Berjalan tanpa terhenti
Sebelum temukan yang
dicari
Hati ku mencari dan
mencari cinta suci
Hingga akan ku temukan yang sejati
Hati ini kering seperti
bumi
Sendiri dan tak ada
yang menemani
Kini diri ku menemukan
mu
Diujung waktu ku
Telah lelah melangkah
dan menunggu
Cinta yang datang
padaku
Berakhir sudah ini
Pencarian cita ini
Kau dan aku berdua
Bersama untuk selamanya
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
Dusta
Waktu yang semakin
berlalu
Membuat engkau layu
Engkau telah terbujuk
rayu
Mendusta hati kita yang
telah satu
Aku memang tak sempurna
Aku tak miliki segalanya
Kau telah mendusta
Pada semua janji kita
Jika memang tak sengaja
Tapi sudah terlanjur
jua
Sungguh kaulah
pengkhianat cinta
Aku harap kau tercebur
ke dalam neraka
Atau mati dimakan buaya
hingga tiada sisa
Agar kau merasa yang ku
rasa
(Yogyakarta, 25-Juni-2012)
Agak
Merindu
Wahai kau sang bidadari
Pujaan hati ini
Dan engkau permaisuri
Yang singgahi hati ini
Meski kau mengerti
Hatiku ini hanya untuk kau miliki
Dan juga kau telah pahami
Betapa tulusnya ku mencintai
Hati ini tak ingin jauh
dari mu
Dari senyum lembutmu
Kau jauh dari hati ini
Hati ini seakan sepi
(Yogyakarta,
25-Juni-2012)
Purnama
Desir ombak mengobrak –
abrik
Didalam dada yang
bimbang
Menghanyutkan akal
sehat
Menghilangkan ingatan
Meraung dalam kegelapan
malam
Wahai purnama
Yang terang benderang
sinarnya
Sampaikan perasaanku
padanya
Aku sangat mencintainya
Dan bulan katakan
padanya
Ku disini menunggu
cintanya
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
ENGKAULAH
Kaulah bagian hidupku
Kaulah yang
membesarkanku
Dari napasmu ku hidup
disini
Ku berdiri sekarang ini
karena engkau
Kau beri segala yang
kau miliki
Untuk ku sampai saat
ini
Kau ajari kami
Segala hal yang tak
kami pahami
Kau beri dan engkau
ajari
Bagimu kami adalah
mimpi
Bagi ku engkau pemberi
Tanpa engkau hidup
tiada arti
(Yogyakarta,
25-Juni-2012)
Kamu
Kamu! Ku bukan bagai
pelangi
Datang hujan datang
engkau
Bawa lara untuk
ditangisi
Suka sukma yang telah binasa
Ranum mangga rasa
durian
Sedap manis tak
menyenangkan
Kuntum bunga bersaudara
Terprtik jauh disisi
hati
(Yogyakarta,
24-Juni-2012)
Sepeda Motor Budi
Ku berdiri !
Diam tanpa ada tujuan
jelas
Hal-hal yang ku mau
memang tak pantas
Banyak hal yang ku
minta dari segalanya
Tapi tetap ku berdiam
saja
Diam lebih baik dari
berucap
Kadang lebih menyakiti
saat mengucap
Hati-hati yang telah
berusaha sekuat nadi
Beri segala yang di
ingini
Meski kadang sekuat
hati tak bisa memenuhi janji
Tapi masih dipaksai dan
menepati
Demi cerahnya kehidupan
nanti
Segala hal yang ku
ingini
(Yogyakarta,
25-Juni-2012)
Biografi
Nama lengkap : Sarjono, lahir di Bantul, 30 Agustus 1992. Anak ke dua dari tiga bersaudara. Pernah sekolah TK
di TK Masyitoh Nangsri (1997-1998),
SD di SDN 1 Tulung (1998-2004),
kemudian melanjutkan ke jenjang SMP di SMPN 2
Pundong (2004-2007), lulus SMP
meneruskan sekolah di SMA N
1 Pundong
(2007-2010),
dan tahun 2010 meneruskan kuliah
Strata 1 di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta dengan prodi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.